Caption : Masyarakat adat dari DAS Oktim yang sedang mengikuti kirab budaya pada pembukaan KMAN VI di Sentani, Kabupaten Jayapura, 24 Oktober 2022 lalu
SENTANI- Jayapurapost.com ||, Kebangkitan masyarakat adat yang di canangkan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura melalui kebijakan Kampung Adat, sejak 2013 lalu di Kabupaten Jayapura secara perlahan mulai nampak ditengah masyarakat.
Ada keraguan terhadap rencana dan kebijakan serta kepedulian Pemerintah terhadap keberadaan masyarakat adat di Daerah ini.
Kebangkitan masyarakat adat itu sendiri meliputi sistem pemerintahan adat yang sudah ada sejak leluhur dan turun temurun mulai hilang dan ini perlu diaktifkan kembali. Selain itu, didalam Kampung Adat, seluruh keputusan dan kebijakan di dalam Kampung adat dibawah kendali Ondofolo atau Ondoafi. Kehadiran Pemerintah Daerah sebagai fasilitator untuk secara bersama masyarakat membuat peta wilayah adat nya masing-masing. Hal ini dimaksud agar keberadaan masyarakat adat dalam satu wilayah adat tidak mudah diganggu apalagi terjadi perampasan hak dan pengrusakan lingkungan yang kerap kali terjadi saat ini.
Salah satu tokoh masyarakat adat Port Numbay, Edi Ohoiwutun menilai, apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura kurang lebih delapan tahun ini dalam kebijakan kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura sudah sangat tepat, bahkan berdampak luas bagi Daerah lain di Provinsi Papua yang datang melakukan study banding bahkan ada yang sudah siap dengan pembentukan Kampung Adat di Daerah mereka. “Kemarin setelah pulang dari kabupaten yapen, I formasihnya ada lima kampung yang dipersiapkan untuk menjadi kampung adat,” ujar Edi di Sentani, Selasa (8/11/2022).
Momen Kongres Masyarakat Adat Nusantara ( KMAMomen kata Edi, adalah kesempatan yang langkah, sebagian besar masyarakat adat kita walaupun tidak jadi peserta namun bisa hadir dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan KMAN VI di Kabupaten maupun Kota Jayapura. “Sebagian dari mereka ( masyarakat adat) mulai menyadari bahwa ada satu gerakan bersama secara nasional sebagai masyarakat adat,” jelasnya.
Menurut Edi, langkah kebijakan Pemerintah Daerah dalam membuat pemetaan wilayah adat sudah sangat tepat, karena wilayah adat itu sendiri merupakan harta tetapi juga jati diri sebagai masyarakat adat pemilik hak ulayat. “Yang di takuti adalah hilangnya atribut masyarakat adat itu sendiri. Seperti bahasa, tempat, suku dan keret bisa punah secara perlahan apabila wilayah adat nya tidak di petakan,” ucap Ohoiwutun.
Lebih lanjut Sekretaris Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Port Numbay ini juga menjelaskan, kebangkitan masyarakat adat melalui pemetaan wilayah adat, kampung adat, penetapan hutan adat, membutuhkan waktu yang cukup panjang. Karena segala sesuatu harus dikonfirmasi dengan detail dan tepat, kepemilikan kultur ini sesungguhnya hanya tersirat, belum ada dukumen dalam bentuk fisik sehingga harus diteliti lebih dalam dan mendapat masukan serta si dukung dengan kerja yang dilakukan secara bersama. “Sudah ada perda, ada juga surat keputusan dari pemerintah pusat, tinggal peraturan bupati soal kepemilikan wilayah adat,” katanya.
Sementara itu, Sekjend AMAN, Rukka Sombbolinggi berharap apa yang sudah di laksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura melalui Bupati Mathius Awoitauw ini terus dilaksanakan oleh pemimpin yang akan datang. “Usaha bertahun tahun ini harus dilanjutkan, masyarakat adat juga harus menyadari keberpihakan yang sdang terjadi bagi mereka. Bahwa pemetaan dan hutan wilayah adat sangat penting diselesaikan pekerjaan nya hingga mendapat sebuah pengakuan dari negara,” ujarnya. (EW)