Momentum Revitalisasi, Reposisi Lembaga Negara, DPR Dan DPRD

Artikel Ditulis Oleh Dr. Mansur. M., SH., MM

Penulis adalah tenaga Edukatif/dosen Pasca Sarjana Universita Yapis (UNIYAP

 

JAYAPURA, Jayapura Post.Com – Pasca Unjuk Rasa rakyat pada bulan Agustus 2025, masyarakat dikagetkan terhadap adanya kemarahan rakyat Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah yang memprotes adanya penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB-2P) oleh Bupati Sudewo sebesar 250 % (dua ratus lima puluh persen),

 

Aksi protes dimulai sejak  tanggal 13 hingga 15 Agustus 2025, dan pada puncak kemarahan Pati melakukan posko untuk mengepung Kantor Bupati dan meminta Bupati Pati memberikan klarifikasi,

 

Justru sebaliknya dijawab  dengan sikap arogan dan menantang atas aspirasi rakyat yang meminta penjelasan dan klarifikasi untuk keadilan dengan kondisi sosial kehidupan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Pati,

 

Dan pada puncaknya Bupati Pati Sudewo menyampaikan pengunduran diri akibat desakan rakyat dari kemarahan dan akibat arogansi seorang Kepala Daerah yang tidak mau menerima aspirasi yang merupakan masukan dan saran dari  public secara langsung tanpa melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

Berlanjut seminggu kemudian hal yang sama aksi unjuk rasa kemarahan rakyat di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan atas tindakan kemarahan mengusir Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tidak mendengarkan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yaitu DPRD setempat.

 

Hal ini semua sebagai ujud nyata dan faktual bahwa era sekarang ini tidak lagi dapat menjastifikasi Lembaga DPRD sebagai Lembaga yang mewakili rakyat sebagai hasil pemilihan umum yang memilih anggota-anggota DPRD yang melambangkan repsentasi wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi dari bebragai kesulitan dan kebutuhan rakyat serta mengedukasi kehidupan bangsa dan negara yaitu memberikan pemahaman ketentuan-ketentuan regulasi yang berlaku dalam Negara, khususnya oleh  di daerah konstituen yang diwakilinya.

 

Sebagai puncak kemarahan rakyat bersama mahasiswa secara nasional setelah Pidato kenegaraan Presiden Prabowo tanggal 15 Agustus 2025 di hadapan Anggota DPR, DPD, (MPR) di Senayan Jakarta yang mana menyampaikan progress pemerintahan dengan indikator capaian kinerja Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran seperti surplus ketersediaan Beras, pembentukan Koperasi Merah-Putih, Pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah diseluruh Nusantara, situasi kemanan negara dan pemberantasan korupsi dan kolusi dalam negara,

 

Dari suasana kegembiraan capaian indikator kinerja ini Presiden mengumunkan peningkatan kompensasi bagi Anggota DPR-RI dengan  menaikkan gaji sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) termasuk kenaikan guru dan Dosen serta tiga bulan sebelumnya telah  menaikkan gaji para hakim di jajaran Mahkamah Agung RI.

 

Hal ketidak sadaran, mungkin atas kehilafan manusia disaat berakhirnya acara kenegaraan tersebut dihibur music dengan beberapa lagu, namun mengundang kegembiraan Anggota DPR-RI bahkan gemuruh dengan tepuk tangan dan berjoget-joget dengan gaya heroic, lebih tragis lagi anggota DPR dari Parpol tertentu sangat tidak simpatik.

 

Memang sangat benar atas kegembiraan semua ini, tetapi seyogyanya sebagai wakil rakyat tidak membuat hidup dalam kesenangan yang sebebas-bebasnya dalam kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, pada hal momentum peringatan hari  kemerdekaan ini justru harusnya merebut ekonomi bagi rakyat dengan memperbaiki kehidupan sosial ekonom rakyat dengan melahirkan regulasi-regulasi yang berpihak kepada rakyat.

 

Akumulasi protes kemarahan rakyat Indonesia dari daerah Kabupaten Pati dan Kabupaten Bone yang meluap menjadi kemarahan secara nasional dari sabang sampai Merauke dengan tuntutan pembubaran Lembaga DPR-RI, dari aksi inilah mendapatkan tanggapan dari tokoh-tokoh bangsa sebagai misi memenangkan seluruh komponen yang melakukan protes, temasuk anggota Dewan dengan komentar-komentar yang simpatik dan ada pula yang sangat arogan menohok bahwa aspirasi pembubaran Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat maka rakyat yang paling tolol sedunia.

 

Berangkat inilah sifat arogansi parah elit politik tertentu menambah kekisruhan dengan meluapkan amarah mahasiswa bersama rakyat dan berakhir adanya Tindakan oknum Polri/Brimob yang membawa mobil  Rantis Brimob menabrak pengemudi Ojek On-Line almarhum Affan Kurniawan dan meninggal ditempat.

 

Kejadian ini hari kamis 28 Agustus 2025 malam waktu setempat, insiden ini dianggap sangat tragis dan berubahlah dua tuntutan besar yaitu memprotes Polri dengan membubarkan Lembaga DPR-RI karena dianggap tidak mempunyai nilai kompeten dan professional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya  bagi bangsa dan negara, terlebih kedua institusi negara ini digaji dari pajak rakyat  yang dikelola oleh negara dan dibayarkan gaji dan kompensasi kepadanya.

 

Pasca peristiwa tewasnya Affan Kurniawan, semakin besar simpatik rakyat dan menimbulkan sasaran kemarahan kepada Lembaga  Kepolisian dengan DPR sampai ke daerah-daerah. Akibatnya  banyak spekulan pengamat ada yang mengatakan intervensi, dari kelompok  lawan politik Pilpres tahun 2024 lalu, kelompok pengusaha yang sedang dalam penanganan korupsi dan lainnya.

 

Sebaiknya penting dituntaskan sebagai langkah preventif untuk tingkatkan komunikasi dengan rakyat seperti yang dilakukan oleh jajaran POLRI dan TNI diseluruh Indonesia walupun menyadari bahwa apa yang dilakukan anggota adalah sangat fatal dan keliru, tetapi Lembaga Kepolisian sangat gentleman dengan penuh moral mengakuinya dengan meminta maaf dan merangkul rakyat dan mahasiswa, demikian pula   jajaran TNI saling memberikan bantuan tugas guna saling mengamankan daerah sebagai tugas bersama dalam mewujudkan Keamanan dan ketertiban Masyarakat.

 

Menurut saya dengan kondisi seperti ini momentum Presiden Prabowo-Gibran untuk merevitalisasi dan mereposisi Lembaga negara termasuk Fungsi dan tugas DPR, MRP, DPD dan DPRD yang tidak efektif dan efisien terhadap eksistensi perkembangan  dan kemajuan bangsa dan negara, bahkan kinerja tidak jelas dan produktif untuk rakyat yaitu :

 

  1. Lembaga dan Komisi yang dibentuk negara dan menghabiskan uang rakyat seperti KOMNAS HAM, KOMNAS ANAK, OMBUSMAN, Badan Narkoba dan Komisi lainnya yang kurang efisien dan efektif, sehingga penting dievaluasi kembali dan bahkan perlu digabungkan sehingga hasilnya produktif.

 

Termasuk KPK sebenarnya bisa digabung dengan Komisi Ombusman. Karena adanya pembentukan  Lembaga dan komisi ini untuk tujuan membantu tugas pokok dan fungsi negara dengan penyelesaian masala-masalah yang urgence dengan keterlibatan langsung Masyarakat atau kelompok Masyarakat  yang memiliki kompetensi edukasi yang cukup dalam membantu menyelesaikan masalah diluar sisten organisasi negara, sehingga karena melaksanakan Sebagian tugas-tugas negara maka beban pembiayaan bersumber dari anggaran dan pendapatan negara, tapi jika kemudian sudah tidak efektif karena kondisi yang maju dan berubah maka sebaiknya  dilakukan revitalisasi yang sangat efekti dan efisiensi keuangan negara;

 

  1. Reposisi Lembaga Kepolisian dan TNI dengan penguatan peran tugas-tugas professional, Dimana kondisi geografis bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa dan negara lainnya, sehingga perpaduan tugas-tugas TNI/POLRI sangat dibutuhkan, dengan tetap mengedepan Lembaga Kepolisian itu sebagai Lembaga Penegak Hukum, tetapi dalam hal kondisi obyektif TNI juga wajib membantu Jajaran Kepolisian dalam hal penanganan masalah dis-integrasi bangsa, Kriminal tertentu atau kejadian luar biasa (extraordinary incident),

 

Keduanya sebagai alat negara walaupun tetap mengedepankan diskresi pelaksanaan tugas masing-masing yang diatur dengan Undang-undang Kepolisian (undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian negara) dan Undang-undang Pertahan Negara (undang-undang  nomor 3 Tahun 2025 perubahan dari undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI), tetapi karena kondisi bangsa seyogyanya mengedapankan kolaboration pelaksanaan tugas untuk keadilan (collaboration ini carrying out tasks for justice).

 

  1. Revitalisasi tugas pokok Lembaga DPR dan DPRD; tuntutan pembubaran lembag Perwaklan rakyat mengumandan diseluruh pelosot tanah air, terjadi paradigma baru atas berbagai kejenuhan rakyat terhadap tugas-tugas Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR) yang bukan seperti Lembaga parlemen   seperti    di negara-negara      Bentuk  Negara Serikat (federal) yang menganut system pemisahan tugas kekuasaan, tetapi Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan (Unitaris) berbentuk Republik,

 

Sebagaimana dalam pasal 1 (1) UUD 1945 yang berarti Indonesia merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpecah  atau terpisah, dengan bentuk pemerintahan republik dengan kedaulatan berada ditangan rakyat dan kepala negara (bukan monarki) tetapi dipilih oleh rakyat dengan masa jabatan tertentu artinya Kepala Negara dipilih,

 

Jabatan Kepala negara dalam jangka waktu tertentu dan tidak turun-temurun (bukan raja). Untuk mewujudkan system pemerintahan dalam arti luas melakukan perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam sebuah negara untuk mencapai tujuan adil dan makmur. Konsep kekuasaan di Negara Indonesia tidak menganut teori Montesquieu yang dibagi dalam kekuasaan menjalankan (eksekutif), kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif) dan Kekuasaan mengadil dan menegakkan undang-undang (yudikatif).

 

Karena pemerintahan negara didasarkan pada cita-cita dan tujuan pembetukan negara itu, seperti tujuan pemerintahan Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa  dan seterusnya.

 

Konsep negara Indonesia sebagai bentuk negara republik, yang dipimpin seorang Presiden sebagai  kepala negara yang berkuasa penuh atas seluruh wilayahnya sekaligus sebagai kepala pemerintahan dengan kewajiban membentuk Kementerian sesuai dengan undang-undang, demikian pula Presiden sebagai kepala pemeritahan mendorong kuat atas  system pembagian kekuasaan kepada Legislatif dan yudikatif.

 

Intinya negara Indonesia sekali lagi menganut system pemerintahan Presindensial bukan parlementer dan ataupun system capuran. Realitas dan kondisi saat ini, Presiden Republik Indonesia menghendaki  melakukan Langkah mereposisi dan meredefinisi fungsi kelembagaan DPR-RI, DPD dan DPRD di Provinsi dan Kabupaten/Kota, terutama syarat-syarat khusus diluar yang tertuang pada pasal 240 (1, 2 dan 3) undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, perlu penambahan tingkatan syarat Pendidikan, Skill, rekam jejak pengalaman dalam memimpin lembaga sosial Masyarakat dan mempunyai leadership dan ahlak yang baik.

 

Selain itu, langkah penting strategis diambil adalah penyerhanaan Lembaga Partai Politik dari multy party menjadi tri party atau paling tidak mendekati Lembaga politik yang produktif dan integritas untuk bangsa dan negara guna menjaga kekisruhan politik (in-stabilitas politik) dari pusat sampai daerah, rekruitmen keanggotaan partai politik akibat banyak partai politik yang melakukan rekruitmen kader partai asal-asalan (random words), issu berkembang kelemahan sumber daya manusia anggota DPR-RI sampai di daerah.

 

Mengapa karena Lembaga ini  memiliki  tugas pokok adalah pembuat undang-undang, perencanaan Penganggaran (Budgeting) dan pengawasan (supervision) pembangunan  serta tugas lainnya seusai kondisi lingkungan geografis daerah. inilah yang disebut perwakilan rakyat untuk pembawa aspirasi rakyat yang sesungguhnya sejalan dengan istilah legislator adalah pembuat undang-undang yang bertugas merumuskan, membahas, dan mengesahkan hukum atau peraturan bagi Masyarakat.

 

Bagaimana mungkin seorang anggota legislator hanya sebatas pragmentasi flamboyan (rich man style and showing off treasures) yang ekslusif dan hanya mengurusi diri sendiri tanpa memahami tugas dan tanggung jawabnya, rendah kadar pemahaman untuk mengedukasi bangsa dan negara, akibat rendahnya  Sumber Daya manusia sehingga setiap rapat kerja dengan mitranya hanya bermodalkan marah dan pukul-pukul meja utnuk menghilangkan konvensasi ketidak tahuannay, cukup banyak kader partai politik hanya dengan memiliki modal popularitas dan capital seperti artis dan para usahawan tetapi rendah komptensi akibat latar belakang Pendidikan dan rekam jejak tidak paham kerja-kerja politik kebangsaan negara Indonesia.

 

Out put pemilu ke pemilu, harusnya eksperimentalistis  tetapi terbalik hanya great style but low quality, gaya horoik harta walaupun sebenarnya tidak mutlak diperoleh keanggotaan legislatif,   tetapi     karena  rakyat jenuh s ehingga melampiaskan kemarahan dalam

 

Bentuk Tindakan anarkis yang  tidak terdidik, akhirnya melahirkan kesan terjadi dekadensi wawasan kebangsaan (kemunduran nasionalisme bangsa) yang tidak seperti jaman pemerintahan orde baru, Dimana seluruh Lembaga pemerintahan telah teruji termasuk lebaga perwakilan rakyat yang sangat berkompeten dan kapasitas serta integritas kuat, sebagai sarana system yang baik didukung dengan regulasi dan iklim politik negara yang stabil.

4. Resistensi Tata Kelola Pemerintahan Daerah dan kompetensi Kepala Daerah; Issu-issu aktual terhadap terhadap adanya konflik daerah disebabkan karena lemah pemahaman dan kecerdasan top manajerial pemerintah daerah yang tidak mempunyai kompetensi dan kapasitas individu dalam memimpin daerah bahkan kecendikiawanannya (kepekaan), rasa iba dan prihatin atas kondisi mengelola daerahnya, lemahnya pemahaman dan kepekaan sosial, pemberdayaan sangat rendah, sehingga selalu berpikir provit oriented sebagai tujuan utama sebagai contoh satu-satunya kebijakan yang harus ditempuh menaikkan pajak bumi dan bangunan, perkotaan dan pedesaan (PBB-P2), sementara cukup banyak potensi dan kesempatan yang harus dilakuakn dalam pembaruan system kerja di pemerintahan daerah dan regulasi sudah memberikan ruang yang sbesar-besarnya untuk desentralisasi menata dan mengelola daerah sesuai kapasitas daerah, sebagaimana tertuang dalam pasal 386 s.d pasal 390 undang-undang nomor 23 tahun 20014 tentang pemerintah daerah, bahwa sangat besar negara memberikan ruang dalam berinovasi untuk mengelola dan memajukan daerahnya yang didukung dengan anggaran belanja dan pendapatan daerah (APBD) sendiri.

 

Akibat ketidakmampuan memanage  daerah sehingga rakyat marah, konflik dan menolak kebijakan-kibijakan daerah denagn issu yang sering kita dengar ketidaksesuaian kebijakan, pendanaan sangat kurang/minim, keterbatasan skil dan sumber daya manusia, kesenjangan infrastrukktur dan penolakan Masyarakat akibat penggusuran dan lainnya.

 

Hal ini sering terjadi disebabkan karena masalah teknis adminsitrasi, politis, dan rendah partisipasi Masyarakat sebagai akibat kurangnya inovasi atau pembaruan system kerja dibarengi dengan komunikasi antara elit dengan Masyarakat lokal.

 

Kelemahan-kelemahan inipun ditambah masih adanya regulasi tumpang tindih antara satu dengan lainnya, regulasi menjastifikasi keseluruh daerah yang harusnya diberlakukan sesuai dengan kondisi daerah sehingga tidak menjadikan beban daerah, contoh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah (organisais perangkat daerah) yang telah diirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 yang kemudian diatur dengan Peraturan Daerah masing daerah, hal ini didalam Peraturan Pemerintah tidak memberikan ruang bahwa organisasi pemerintahan daerah harus dibentuk sesuai kebutuhan dengan situasi kondisi daerah dimaksud, kecuali organisasi daerah otonom yang menangani urusan pemerintahan bersifat urusan dasar dan wajib, sehingga tidak menjadikan beban APBD yang efiesien dan efektif,

 

Demikian pula penerimaan PPP-K yang seharusnya penerimaan sesuai kebutuhan dengan tenaga yang profesional seperti tenaga Kesehatan, tenaga pendidik dan tenaga ahli lingkungan dan lainnya.

 

Hal-hal inilah yang menjadikan daerah sebagai beban anggaran, terutama oleh daerah yang rendah pendapatan asli daerah (PAD), bahkan ada Kabupaten/Kota di Indonesia sama sekali Zero (0) PAD-nya, sehingga sebenarnya dalam memajukan pemerataan Pembangunan, Presiden dapat menetapkan regulasi untuk mensubsidi Kabupaten, sebagai daerah binaan walaupun dari Provinsi yang berbeda misalnya Pemerintah DKI dapat mensubsidi Kabupaten yang ada di Provinsi Papua, sehingga ujud nyata kehadiran negara dalam persatuan  dan kesatuan bangsa dari Sabang-Merauke yang dibangun atas asas kekeluargaan dan Gerakan gotong royong.

Dengan semangat dan harapan selain memberikan bantuan Pembangunan juga melahirkan asimilasi pembangunan dengan edukasi-edukasi yang strategis penguatan kinerja pemerintahan kepada daerah itu, dengan pengawasan Lembaga/Kementerian atau aparat penegak hukum sehingga berjalan sesuai dengan target sasaran dan tujuan yang diinginkan.

Tulisan ini dibuat sebagai bahan evaluasi dan edukasi sekaligus pembelaran bagi kita semuanya khususnya bagi penulis.

 

Penulis adalah tenaga Edukatif/dosen Pasca Sarjana Universita Yapis (UNIYAP) Papua di Jayapura, Ketua Dewan Masjid (DMI) Provinsi Papua dan Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan Provinsi Papua.