Timika-Jayapura Post.com
Orang Kamoro merupakan suku yang mendiami wilayah selatan Papua yang membentang dari Sungai Otakwa di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Asmat, Papua Selatan hingga mendekati Potowai Buru di sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Kaimana, Papua Barat.
Suku Kamoro tidak mengenal sistem pertanian sehingga mereka kembali kepada kehidupan mereka sebagai nelayan dan hidup berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain (nomaden). Mereka memiliki semboyan, yaitu 3S (sungai, sampan, sagu).
Sungai sebagai salah satu sumber mata pencaharian dan juga sebagai saran transportasi. Tidak salah jika sungai merupakan salah satu akses utama masyarakat Kamoro untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Rasa sosial yang begitu kuat, membuat masyarakat Kamoro selalu berbagi dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kamoro sehari-hari, mereka biasanya melakukan aktivitas seperti memangkur sagu, melaut dan meramu.
Berbagai makanan khas masyarakat suku Kamoro antara lain tambelo, sagu, ulat sagu juga siput dan karaka, dan ikan.
“Jadi suku Kamoro itu sudah budaya meramu, itulah karakteristik masyarakat Kamoro,” kata Marianus Maknaipeku saat ditemui di jalan Budi Utomo, Distrik Mimika Baru, Mimika, Papua Tengah, Minggu (28/8/2022).
Lanjut Marianus, sungai atau kali (Uwa) merupakan sumber mata pencaharian, sehingga masyarakat Kamoro akan tinggal disepanjang sungai mengalir berarti masyarakat Kamoro itu ada disitu.
Lanjut Marianus, Sampan (Ku) sebagai alat transportasi bagi masyarakat untuk beraktivitas dari satu tempat ke tempat yang lain, juga untuk mencari dan mengumpulkan makanan di sekitar sungai.
Untuk tetap konsumsi sehari-hari, masyarakat Kamoro mengkonsumsi sagu (Amta). Untuk proses pengolahan menjadi sagu dibutuhkan beberapa proses mulai dari menebang pohon sagu, pohonnya dibela menggunakan kampak (Pokani) kemudian menokok sagu, meramas, sari dari sagu tersebut akan mengendap menjadi sagu.
Selanjutnya akan di kemas menggunakan daun sagu berupa tumang kemudian dibawa pulang untuk diolah menjadi papeda.
“Jadi masyarakat akan melihat pohon sagu yang besar, mereka tebang dan olah jadi sagu,” jelas Marianus.
Mantan anggota DPRD Mimika itu menjelaskan, budaya 3S bagi masyarakat dan masih tetap dilestarikan oleh generasi penerus suku Kamoro. Walaupun mengikuti perkembangan Iptek, namun nilai-nilai kebudayaan tersebut diwariskan turun temurun.
Menjadi kekhawatiran pihak Lembaga adat, budaya 3S ini lambat laun akan hilang jika tidak dilestarikan oleh generasi muda Kamoro seiring dengan perkembangan zaman.
Untuk tetap melestarikan nilai-nilai kebudayaan itu, pihak Lembaga Adat Suku Kamoro (Lemasko) akan terus melestarikannya, karena itu budaya yang diwariskan leluhur kepada generasi Kamoro secara turun temurun.
“Saya harap kedepan, lembaga dan pemerintah bisa duduk dan membuat aturan untuk kebiasaan masyarakat secara turun temurun,” harapnya. (Rafael)