JAYAPURA, Jayapura Post.Com — Tokoh muda Papua sekaligus akademisi, Dr. Kenius (Ken) Kogoya, meluruskan pernyataan Pdt. Dr. Socratez Yoman yang sebelumnya menilai kegiatan Pesta Rakyat di halaman Kantor Gubernur Papua sebagai bentuk perayaan yang tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.
Dalam pernyataannya Kenius Kogoya menegaskan bahwa kegiatan Pesta Rakyat yang dijadwalkan pada 25 Oktober 2025 bukanlah agenda politik, kampanye, atau kegiatan tim pemenangan, melainkan inisiatif pribadi Gubernur Papua, Mathius Fakhiri, dan Wakil Gubernur Aryoko Rumaropen, sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada masyarakat Papua.
“Pesta rakyat itu bukan keinginan tim pemenangan atau relawan. Itu niat tulus Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur untuk berbagi kasih dengan rakyat Papua, sebagai bentuk ucapan syukur atas kepercayaan dan dukungan yang diberikan,” tegas Kogoya dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/10/2025).
Ia menilai, pernyataan Socratez Yoman yang menyebut kegiatan itu sebagai bentuk “menari di atas penderitaan rakyat” adalah berlebihan dan prematur, mengingat Gubernur Fakhiri baru beberapa hari resmi menjabat.
“Pernyataan itu terlalu berlebihan. Gubernur baru saja tiga hari bekerja. Pesta itu juga bukan dibiayai dari APBD, tetapi berasal dari sumbangan berbagai pihak seperti BUMN, BUMD, dan mitra pemerintah,” jelas Kogoya.
Lebih jauh, Kenius Kogoya juga membantah tudingan bahwa pesta tersebut identik dengan acara bakar batu. Ia menegaskan bahwa Pesta Rakyat yang dimaksud adalah acara syukuran sederhana dan doa bersama, bukan ritual adat.
Namun, menurutnya, bakar batu justru memiliki nilai ekonomi dan sosial yang positif bagi masyarakat Papua.
“Kalaupun Bapak Gubernur ingin memberi makan rakyat lewat bakar batu, itu sah dan sangat baik. Bakar batu memberikan dampak ekonomi besar — mama-mama penjual babi, sayur, kayu bakar, hingga sopir ojek dan taksi ikut merasakan manfaatnya,” ujar Kenius.
Ia menjelaskan, dalam konteks budaya dan politik Papua, kegiatan semacam itu justru memiliki nilai filosofis yang dalam, karena menjadi simbol persatuan dan penghormatan kepada masyarakat adat Lapago dan Meepago yang telah memberikan mandat kepemimpinan kepada Gubernur Mathius Fakhiri.
“Dari sisi teologis mungkin tampak sederhana, tapi secara budaya dan politik, itu simbol kasih dan penghormatan terhadap rakyat. Bapak Gubernur tidak sendiri kami prajurit-prajurit muda Papua selalu di belakang beliau,” tutupnya. (Redaksi Jayapura Post)