Caption Foto : Helda Walli
JAYAPURA | Jayapurapost.com – Pemerintah Indonesia telah menetapkan Stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dengan target penurunan yang signifikan dari kondisi 24,4 persen pada Tahun 2021 menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Dalam upaya pencapaian target telah ditetapkan sasaran dan strategi nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang mana BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana PPS.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)-1.
Kondisi gagal tumbuh pada anak balita ini disebabkan oleh kurangnya asupan gizi kronis dalam waktu lama serta terjadinya infeksi yang berulang, pada umumnya karena makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pada anak di bawah dua tahun, sehingga mengakibatkan terhambatnya perkembangan otak dan fisik, kerentanan terhadap penyakit, sulitnya anak berprestasi, dan saat dewasa sangat mudah menderita obesitas sehingga berisiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya dan kedua faktor penyebabnya dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 (HPK)-2, dikarenakan pola asuh ibu yang salah, kesalahan pola asuh yang terjadi pada anak seperti halnya kesalahan dalam pemberian makanan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya asupan gizi pada anak tersebut dapat menyebabkan terjadinya Stunting.
Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Data menunjukkan bahwa penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun yaitu dari 37,2% (tahun 2013) menjadi 30,8% (tahun 2018). Selanjutnya, menjadi 27,7 % (tahun 2019) dan 26,9% (tahun 2020) dan 24,4% (tahun 2021). Provinsi Papua sesuai dengan hasil SSGBI tahun 2022 tingkat prevalensi Stunting tahun 2022 sebesar 34,6%, tertinggi Kabupaten Asmat yaitu 54,5% dan paling rendah Kabupaten Deiyai yaitu 13,4,6%.
Angka prevalensi stunting di Provinsi Papua masih menempati urutan ketiga teratas menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada2022 sebesar 34,6 persen.
Sebanyak 2.769 anak balita dari total 23.548 anak balita yang diukur di Provinsi Papua hingga September 2023 terdeteksi mengalami tengkes. Prevalensi tertinggi tercatat di Kabupaten Mamberamo Raya, Supiori, dan Sarmi.
Gambar : Warga Kampung As dan Atat, Distrik Pulau Tiga, Asmat, Papua, antre untuk mendapatkan asupan tambahan berupa bubur kacang hijau dan telur bagi anak-anak usia balita
Tantangan utama yang dihadapi oleh Provinsi Papua saat ini adalah tingginya angka stunting, laju inflasi yang tidak terkendali, serta tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.
Program penanganan stunting, inflasi, dan kemiskinan ekstrem menjadi program nasional dan daerah yang perlu mendapat perhatian dan penanganan serius saat ini.
Untuk stunting sendiri, berdasarkan data Susenas sampai dengan tahun 2022, empat indikator kunci program penurunan stunting di Papua sudah baik, dan menunjukan perbaikan. Keempat indikator tersebut adalah Air minum layak, Akte kelahiran , ASI Ekslusif, dan Ibu melahirkan di Fasyankes. Disisi lain masih ada enam indikator yang perlu mendapatkan perhatian lebih yaitu : Imunisasi, MPASI, Sanitasi layak, KB pada PUS, dan PAUD.
Alternatif Solusi
Tingkat prevalensi Stunting Provinsi Papua tahun 2021 sebesar 29,5%, sedangkan tingkat nasional 24,4%, adapun target penurunan prevalensi Stunting yang harus dicapai di 2024 adalah 14%.
Program 1000 HPK ini penting untuk didorong. Karena merupakan salah satu upaya dalam menurunkan angka stunting.
BKKBN Perwakilan Papua melalui Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana melakukan percepatan penurunan Stunting dengan pendekatan keluarga untuk mencegah lahirnya bayi Stunting. Stunting merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia menuju SDM Unggul, Indonesia Maju. Percepatan Penurunan Stunting dimulai pada saat masa prakonsepsi sampai dengan 1.000 hari pertama kehidupan. Satgas Stunting Provinsi Papua akan bergerak dan memberikan dukungan teknis terhadap seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kampung/kelurahan bersama pemangku kepentingan sebagai upaya menurunkan angka prevalensi Stunting di Provinsi Papua.
Dengan target penurunan prevalensi Stunting yang signifikan dari kondisi 29,5 persen pada Tahun 2021 menjadi 14 persen pada tahun 2024 di Provinsi Papua.
Oleh sebab itu diperlukan koordinasi di semua Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan pemerintah kampung/kelurahan untuk dapat melakukan pemaduan, sinkronisasi, dan sinergitas program dan kegiatan dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Intervensi ini mencakup aspek penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta peningkatan akses air minum serta sanitasi.
Rekomendasi
Penanganan stunting di Papua adalah masalah serius yang memerlukan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan.
Berikut beberapa rekomendasi untuk mengatasi stunting di Papua:
1. Peningkatan Gizi Anak. Memberikan akses yang lebih baik terhadap makanan bergizi tinggi seperti protein, vitamin, dan mineral penting. Ini dapat dilakukan melalui program pemberian makanan tambahan, pendidikan gizi bagi ibu, dan promosi pemberian ASI eksklusif pada bayi.
2. Perbaikan Sanitasi dan Air Bersih. Meningkatkan akses terhadap sanitasi yang layak dan air bersih yang aman untuk diminum sangat penting untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat menghambat pertumbuhan anak.
3. Edukasi dan Kesehatan Masyarakat. Memberikan pendidikan kepada orang tua dan masyarakat tentang pentingnya gizi yang baik, praktik sanitasi yang benar, dan perawatan kesehatan anak. Program ini harus disesuaikan dengan kebudayaan lokal dan bahasa daerah. Advokasi dan fasilitasi untuk daerah yang terkendala alat komunikasi (HP Android) dan jaringan internet yang belum tercover.
4. Peningkatan Akses Layanan Kesehatan. Memastikan bahwa layanan kesehatan dasar, termasuk pelayanan antenatal, imunisasi, dan perawatan anak sakit, tersedia dan mudah diakses oleh seluruh populasi, termasuk di daerah terpencil.
5. Kolaborasi Antar-Sektor. Melibatkan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, dan pembangunan ekonomi dalam upaya bersama untuk mengatasi stunting. Ini mencakup pula penguatan kerjasama antara pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta. komitmen bersama mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta pemangku kepentingan dengan sungguh-sungguh.
6. Pemantauan dan Evaluasi. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara teratur terhadap program-program intervensi untuk memastikan efektivitasnya dan menyesuaikan strategi yang diperlukan. sinkronisasi dan penguatan terhadap pelaksanaan kegiatan percepatan penurunan Stunting, antara OPD dan para pemangku kepentingan yang ada di kabupaten, melalui media Rembuk Stunting
7. Pemberdayaan Komunitas Lokal. Melibatkan masyarakat setempat dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan program-program penanganan stunting untuk memastikan keberlanjutan dan penerimaan yang lebih baik.
8. Pengembangan Infrastruktur. Meningkatkan infrastruktur dasar seperti jaringan transportasi dan distribusi logistik untuk mempermudah distribusi makanan tambahan dan akses ke layanan kesehatan.
Pendekatan ini harus disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Papua untuk memastikan keberhasilan dalam menangani masalah stunting secara berkelanjutan.
Strategi Implementasi
Strategi Arah dan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan PPS setidaknya dilaksanakan melalui 3 (tiga) pendekatan, yakni Pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, dan pendekatan berbasis keluarga berisiko Stunting.
Implementasi strategi penanganan stunting di Papua memerlukan pendekatan yang terstruktur dan kolaboratif antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan rekomendasi penanganan stunting di Papua:
1. Pembentukan Tim Kerja Multisektor. Pemerintah daerah harus membentuk tim kerja yang terdiri dari berbagai stakeholder seperti perwakilan dari departemen kesehatan, pendidikan, pertanian, dan sosial, serta perwakilan masyarakat sipil dan sektor swasta yang terlibat dalam penanganan stunting.
2. Perencanaan Program Berbasis Bukti. Berdasarkan analisis data dan penelitian terkini mengenai status gizi dan faktor risiko stunting di Papua, perencanaan program harus didasarkan pada bukti dan mengidentifikasi prioritas intervensi yang paling efektif.
3. Penyusunan Rencana Aksi Terpadu. Tim kerja harus menyusun rencana aksi terpadu yang mencakup berbagai kegiatan seperti pemberian makanan tambahan, pendidikan gizi, perbaikan sanitasi, penguatan layanan kesehatan, dan pendekatan lainnya sesuai dengan rekomendasi yang telah disebutkan sebelumnya.
4. Pelatihan dan Kapasitasi. Melakukan pelatihan dan kapasitasi bagi petugas kesehatan, guru, kader kesehatan masyarakat, dan relawan lokal dalam implementasi program-program tersebut. Hal ini penting untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam mendeteksi, mencegah, dan mengatasi stunting.
5. Penggalangan Sumber Daya. Menggalang dukungan finansial dan teknis dari berbagai sumber daya, termasuk pemerintah pusat, lembaga donor internasional, dan sektor swasta untuk mendukung implementasi program secara berkelanjutan.
6. Komunikasi dan Penyuluhan. Melakukan kampanye komunikasi yang terfokus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gizi yang baik, praktik sanitasi yang benar, dan perawatan kesehatan anak. Menggunakan berbagai media termasuk radio lokal, pertemuan komunitas, dan papan pengumuman untuk mencapai masyarakat yang terpencil.
7. Pemberdayaan Masyarakat. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan program-program penanganan stunting. Ini dapat dilakukan melalui forum-forum partisipatif dan pendekatan berbasis komunitas untuk memastikan keberlanjutan dan penerimaan program.
Dengan mengimplementasikan strategi ini secara komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan bahwa upaya untuk mengatasi stunting di Papua dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup anak-anak serta generasi mendatang.(Redaksi)
Policy Brief ini ditulis oleh Helda Walli
Mahasiswa Program Doktor Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar