JAKARTA- Jayapura Post.Com – Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2025 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah memasuki tahap Sidang Putusan atau Dismissal.
Diketahui, sejak 3 Januari 2025, MK telah meregistrasi 309 perkara sengketa Pilkada 2024. Dari jumlah tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti dugaan praktik politik uang yang diduga dilakukan oleh sejumlah calon kepala daerah, termasuk calon gubernur, bupati, dan wali kota. Mereka diduga melakukan manuver ke MK guna mendapatkan putusan yang menguntungkan.
Berdasarkan informasi yang beredar, praktik politik uang ini melibatkan sejumlah calon kepala daerah yang berstatus sebagai pihak terkait maupun pihak pemohon dalam sengketa di MK. Dugaan tersebut semakin menguat karena banyak pihak diduga berupaya “melicinkan jalan” agar tetap bisa dilantik oleh Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025 secara serentak.
Politik uang dalam Pilkada 2024 disebut terjadi sejak tahapan pemilihan hingga proses persidangan di MK. Padahal, praktik ini jelas dilarang dan dapat dikenai sanksi hukum.
Larangan politik uang dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengenai pemilihan kepala daerah. Pasal 73 UU tersebut secara tegas melarang praktik politik uang dalam pemilu.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari MK terkait dugaan yang disoroti oleh KPK ini. (Redaksi )