HUKUM  

MRP dan MRPB bertemu Presiden , “Perubahan UU Otsus dan DOB tidak lalui usul rakyat papua

 

Foto : Menyuarakan aspirasi murni rakyat asli bumi cenderawasih ke pemerintah pusat, majelis rakyat papua dan papua barat bertemu presiden republik Indonesia  Jokowi

 

JayapuraPost.com || Ketua majelis rakyat papua dan papua barat  Timotius Murib dan  Maxsi Ahoren beserta rombongan mendatangi istana merdeka jakarta pusat untuk bertemu presiden republik indonesia Joko Widodo.

Presiden Jokowi sapaan akrab Joko Widodo didampingi Menkopolhukam, Mendagri dan Deputi lima staf kepresidenan  menerima delegasi pimpinan MRP dan MRPB tersebut.

Ketua MRP Timotius Murib mengapresiasi perhatian Jokowi yang telah belasan kali berkunjung ke provinsi paling timur indonesia dan mendukung pembangunan di papua,namun ia menyesalkan proses perubahan undang-undang tidak melalui usul rakyat papua melalui majelis rakyat papua dan dewan perwakilan rakyat papua sebagaimana diamanatkan pasal 77 undang-undang otonomi khusus.

“Pasal 77 merupakan poin penting  sebab memuat nilai konsultasi dan partisipasi rakyat papua sesuai amanat presiden tanggal 13 februari 2020 yang mengajak semua pihak  untuk mengevaluasi efektifitas pelaksanaan undang-undang otonomi khusus selama 20 tahun”ujarnya

Timotius juga menjelaskan  substansi undang-undang hasil perubahan mengandung banyak pasal yang merugikan hak orang asli papua dan tidak sesuai isi surat presiden tertanggal empat desember 2020, dimana mengamanatkan perubahan terbatas tiga pasal seperti ketentuan umum, keuangan daerah dan pemekaran wilayah.

Usai pembahasan undang-undang otsus pada tingkat DPR RI  justru terdapat 19 pasal yang berubah dan kajian MRP  menemukan sembilan pasal sangat merugikan hak orang asli papua  sehingga majelis rakyat papua dan papua barat mengajukan uji materi ke mahkamah konstitusi.

Sementara usai menggelar pertemuan di istana merdeka, perwakilan MRP   menyampaikan secara langsung kepada presiden tentang laporan terbaru amnesty yang menunjukkan memanasnya situasi di papua khususnya kabupaten intan jaya.

Berbagai kalangan pemerhati papua turut menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang ingin membentuk daerah otonomi baru sebab dinilai menyalahi ketentuan pasal 76 yang mengamanatkan agar pemekaran dilakukan atas persetujuan MRP  dan DPRP.

Pemekaran juga hanya dapat dilakukan usai pemerintah mempertimbangkan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.

Dengan memiliki 250 suku yang sangat beragam, kebijakan keliru dari pemerintah dapat memicu konflik baru atau memecah belah papua.