(Caption Foto): Ketua GOW Kabupaten Jayapura, Orpa Nari
SENTANI | Jayapurapost.com – Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Jayapura menilai penyelenggaraan Festival Danau Sentani (FDS) XIV Tahun 2024 yang telah berlangsung selama tiga hari sejak pembukaan Rabu (19/6) hingga Jumat (21/6) di lihat dari segi kesiapan pemerintah daerah ini sangat luar biasa sekali, namun harus perlu dilakukan evaluasi adalah masyarakat yang hadir dari kampung-kampung dari 19 Distrik. Baik itu, masyarakat umum maupun masyarakat adat yang mengisi lokasi FDS itu perlu diatur secara baik.
Demikian penilaian dari Ketua GOW Kabupaten Jayapura Orpa Nari kepada wartawan di lokasi FDS XIV, di Kawasan Wisata Pantai Khalkote, Kampung Asei, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat, 21 Juni 2024 malam.
Ia juga menyampaikan, bahwa pemerintah juga tidak pernah mengajak pihak-pihak swasta, baik itu instansi pemerintah yang lain, dunia perhotelan atau perbankan dan juga masyarakat, serta para pejabat untuk datang berkunjung ke stand-stand yang ada di lokasi FDS XIV 2024.
“Kami dari Gabungan Organisasi Wanita (GOW) juga sempat berkeliling dan melihat ibu-ibu dari stand satu ke stand yang lain, bagaimana perkembangan mereka di hari ketiga FDS ke- XIV ini. Apakah hasil di stand masing-masing itu benar-benar sudah laku terjual, walaupun dengan harga yang rendah mulai dari sekitaran Rp10 ribu hingga Rp20 ribu,” paparnya.
“Sedangkan barang-barang jualan yang harganya di atas Rp20 ribu hingga ratusan ribu itu, apakah tidak dibeli atau sudah laku terjual. Hal ini juga merupakan salah satu hal yang bisa kita lihat, bahwa konsep awal FDS itu sudah menyimpang dari situ atau tidak fokus dari tanggal pelaksanaan, yang di tetapkan itu sudah tergeser pada beberapa kali FDS yang di lakukan sebelumnya,” ucap Tokoh Perempuan Tabi asal Kabupaten Jayapura ini.
Namun, lanjutnya, pada masa kepemimpinan Penjabat (Pj) Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo, S.STP., M.Si., telah mengembalikan event festival budaya ini ke tanggal yang semula itu adalah tanggal 19 Juni hingga 23 Juni.
Untuk itu, dirinya berharap untuk kegiatan FDS ini tetap di pertahankan tanggal pelaksanaannya di event-event festival budaya dan seni di tahun mendatang. Sehingga kegiatan FDS ini dapat kembali masuk dalam Kharisma Event Nasional (KEN) di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
Selaku Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang mewakili komunitas masyarakat adat dalam hal ini khusus perempuan adat ini juga menilai dan melihat event FDS ini dari segi nuansa acara dan sebagainya itu tidak terlalu bernuansa adat.
“Artinya, FDS ini kita menampilkan budaya-budaya yang ada atau yang sudah mulai hilang dan terkikis oleh jaman. Sehingga budaya-budaya seperti itu harus diangkat dan juga ditampilkan kembali, tetapi sekarang ini sudah tidak ada yang ditampilkan. Akibatnya, hal itu merupakan budaya yang tersisih atau sudah tidak bernilai adat juga. Kemudian, masyarakat adat yang perlu mendapatkan ruang yang pasti atau kepastian terkait apa yang di laksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka pendapatan ekonomi keluarga,” imbuhnya.
Dari sisi pemerintah daerah itu, kata Orpa Nari, pemungutan retribusi pajak dan lokasinya yang dipersiapkan itu agar masyarakat atau dari pihak organisasi bisa menyewa tempat-tempat yang sudah disiapkan panitia pelaksana dengan harga terjangkau.
“Sehingga Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) mendapatkan kepastian dari pendapatan asli daerah atau PAD, karena semua itu disewa untuk digunakan meningkatkan pendapatan daerah,” katanya.
“Kami melihat bahwa awal pembukaan hingga hari ketiga ini masyarakat yang menyewa stand-stand dengan harga Rp. 1.500.000 itu pendapatannya sangat minim sekali. Karena para pengunjung yang datang itu sedikit dan pendapatan atau pemasukan bagi masyarakat di hari ketiga ini paling tingginya sehari hanya bisa meraup Rp100 ribu,” pungkas perempuan yang juga Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang juga Tokoh Perempuan Adat dari Kabupaten Jayapura ini. (Fan