JAYAPURA – Jayapura Post-Com– Dana Cadangan Pemerintah Provinsi Papua digadang gadang akan digunakan untuk membiayai PSU di Papua.Hal ini menimbulkan sejumlah argumen dikalangan anggota Legislatif di DPR Papua.
Salah satunya,penolakan datang dari Fraksi NasDem DPR Papua.
Hal tersebut disampaikan wakil ketua fraksi Nasdem DPRP, Albert Merauje diruang kerjanya, Rabu (16/4/20205)
“Adanya sejumlah penolakan dari berbagai Fraksi yang ada di DPRP ,maka Fraksi Partai Nasdem DPR Papua dengan tegas menolak dana cadangan pemerintah provinsi Papua digunakan buat Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua tahun 2025.”tegas Alber Merauje.
Anggota Komisi IV DPRP itu menegaskan menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penggunaan dana cadangan untuk dimasukkan dalam program pembentukan peraturan daerah tahun 2025 bukan tanpa alasan.
Menurutnya, dana tersebut seharusnya tetap dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan Orang Asli Papua (OAP), sebagaimana telah diatur dalam revisi Raperda tahun sebelumnya.
“ Dana cadangan tidak boleh dialihkan untuk Pemilihan Suara Ulang (PSU) Provinsi Papua, Ini tidak benar ,” ujarnya
“Kami dari Partai NasDem menolak keras pengalihan dana ini. Peruntukannya sudah jelas, yaitu untuk kesehatan dan pendidikan OAP,” sambung Anggota Komisi IV DPR papua.
Dirinya membeberkan bahwa pada 2024, terdapat dana sekitar Rp42 miliar untuk beasiswa mahasiswa OAP di dalam dan luar negeri. Namun, hingga saat ini, baru sekitar Rp20 miliar yang cair melalui SP2D Bank Mandiri.
“Masih banyak mahasiswa di luar negeri yang belum menerima dana karena masalah kurs. Jika tidak dibayarkan, mereka terancam deportasi,” tegasnya.
Merauje juga menyoroti nasib mahasiswa Papua yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri, terutama yang sudah di semester akhir.
“Jika mereka dideportasi, mereka mungkin tidak bisa kembali. Ini sangat merugikan, terutama bagi yang tinggal menunggu yudisium dan wisuda,” katanya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya dana cadangan untuk mendukung pendidikan dasar di Papua, mulai dari PAUD hingga SMA, termasuk biaya pendaftaran, seragam, dan kurikulum.
Tidak hanya pendidikan, Merauje juga menyoroti pencabutan Kartu Pintar dan Kartu Sehat Papua, yang menyisakan BPJS sebagai satu-satunya jaminan kesehatan.
“Banyak pasien OAP dan warga Papua lainnya yang mengeluh karena kesulitan biaya pengobatan,” ungkapnya.
Ia meminta Pemerintah Daerah Provinsi Papua mencari sumber dana lain jika membutuhkan biaya PSU.
“Kalau tidak ada anggaran PSU, minta saja ke Menteri Keuangan. Jangan ganggu dana pendidikan dan kesehatan,” tegasnya.
“Dana ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika dialihkan, sekitar Rp80 miliar akan diambil dari anggaran penting ini,” jelas Merauje.
Ia juga mendesak Pemerintah Kabupaten/Kota segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan untuk memastikan anggaran beasiswa mahasiswa OAP, baik di dalam maupun luar negeri, segera ditetapkan.
“Mereka punya batas waktu hingga 31 Desember 2026. Jangan sampai tunjangan mereka terhenti,” pungkasnya.(Redaksi)